Pernah mendengar quote berikut ini?
"The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between, the leader is a servant.” – Max DePree
Berikut ini adalah terjemahan dari The Power of Servant Leadership, sebuah tulisan tentang menjadi seorang pemimpin yang sekaligus seorang pelayan. Saya translate dari blog www.monday-8am. Sangat menarik dan menjadi renungan untuk diri saya.
Beberapa bulan yang lalu, saya kebetulan menemukan video karya seorang ethnographer dan leadership expert terkenal, Simon Sinek, yang membicarakan tentang bukunya, Leaders Eat Last –buku yang berisi penjelasannya tentang dinamika masa kini yang menginspirasi tumbuhnya leadership dan kepercayaan. (Apabila Anda belum melihatnya, silakan cek di sini sini Dalam video ini, Simon menggunakan Angkatan Laut AS sebagai contoh dalam menjelaskan betapa pentingnya bagi seorang pemimpin untuk fokus pada bawahannya. Ia mengatakan bahwa saat para anggota AL berkumpul untuk makan, tentara yang paling junior-lah yang diberikan makanan terlebih dahulu, sementara yang lebih senior justru terakhir. Tidak ada peraturan tertulis mengenai hal ini –ini sudah menjadi insting para anggota AL. Pemimpinnya diharapkan untuk makan terakhir hanya karena mereka merasa harus mengutamakan kepentingan para tentara bawahannya, dalam hampir segala hal. Karena bagi mereka yang senior, bawahannya itu secara tidak langsung sudah ‘dipercayakan’ untuk bekerja di sana, maka tak pelak menjadi kewajibannyalah dalam hal mengurus segala keperluan bawahannya dengan baik. Pemikiran bahwa seorang pemimpin harus mengutamakan kepentingan bawahannya daripada kepentingannya sendiri ini berakar dari sebuah filosofi yang kuat yang disebut ‘The Servant Leader’. Menyimpulkan yang di atas, pesan saya hari ini adalah saya pribadi ingin fokus pada mengapa kita harus berkomitmen dalam MELAYANI anggota tim, dan bagaimana hal ini akan membantu kita menjadi pemimpin yang sekiranya lebih baik dan membentuk tim yang secara keseluruhan lebih bahagia, terpenuhi kebutuhannya dan tentunya perusahaan yang lebih kuat.
Dari manakah sebenarnya pemikiran ini berasal?
Istilah ‘Servant Leader’ disebutkan pada tahun 1970 oleh seorang mantan pegawai AT&T dan seorang Pencari (seeker – begitu dia menyebut dirinya), Robert Greenleaf yang menuliskan tiga butir pernyataan umum yang mengeksplor idenya ini – seorang servant sebagai pemimpin, institusi adalah servant, dan para komisaris juga sebagai servant. Konsep ini, bagaimanapun juga, sudah tumbuh sejak lama, dan tersebar di berbagai budaya. Pada abad ke-4 BC, filsuf India, Chanakya, menuliskan dalam bukunya yang berjudul Arthashastra : “…the king (leader) shall consider as good, not what pleases himself but what pleases his subjects (followers); the king (leader) is a paid servant and enjoys the resources of the state together with the people.” (“…raja [pemimpin] harus mempertimbangkan tidak hanya apa yang baik untuknya, namun juga apa yang akan menyenangkan hati bawahannya [pengikutnya]; raja [pemimpin] sejatinya adalah servant [pelayan] yang dibayar dan menikmati sumber daya negara bersama dengan rakyatnya.”). Dalam Perjanjian Baru, Kitab Matthew, Yesus mengatakan, “…siapapun yang ingin menjadi seorang pemimpin di antara kamu sekalian harus menjadi pelayan terlebih dahulu… bila kamu memilih untuk memimpin, maka kamu harus melayani.
The apparent paradox;
Bagi sebagian dari kita, tampaknya, ide menjadi servant leader bisa jadi agak sulit diterima. Umumnya persepsi tentang seorang pelayan adalah mereka yang cenderung patuh. Sementara pemimpin adalah mereka yang didewakan; mereka harus memancarkan kekuatannya. Jadi, hal ini memang berbeda jauh dengan persepsi tradisional. Tapi harus diingat bahwa ada dua sisi dari masalah ini – sang pelayan dan si pemimpin – dan Anda diharapkan mampu menjadi keduanya.
Sebagai pemimpin, kita diharapkan bisa tegas dalam menentukan tujuan dan pendirian di perusahaan. Kita juga harus sedikit keras dalam menerapkan nilai-nilai dasar, membangun akuntabilitas dan menuntut standar tertinggi dalam hal performa. Namun setelah mengarahkan perusahaan kita, peran kita harus difokuskan pada melayani para anggota tim – memahami kebutuhan mereka dan memungkinkan mereka menjadi yang terbaik dari masing-masing agar mereka bisa mencapai tujuan yang telah kita tetapkan di awal. Itu adalah esensi menjadi seorang servant leader.
Bahkan, kalau dipikir-pikir, filosofi dasar kita yaitu TOUGH LOVE sesungguhnya juga berakar dari prinsip servant leader ini. Kita berharap pemimpin kita tegas dan tangguh dalam hal performa dan terus menerus meningkatkan standar. Sementara, kita juga menginginkan lingkungan yang mengayomi dan suportif, dan yang tak henti meningkat.
Leadership sebagai suatu bentuk tanggung jawab
Saya rasa tidak banyak dari Anda yang pernah melihat leadership sebagai suatu tanggung jawab. Nyatanya, seringkali kita terdistraksi – kita terjatuh dalam jebakan kekuasaan, lebih memikirkan “how many people report to us and protect our turfs ?” – dan sebagai hasilnya, lebih sering menggunakan pendekatan-pendekatan yang cenderung ke arah kepentingan pribadi. Ego masing-masing secara tak sengaja mengambil alih, hingga akhirnya kita bagaikan melayani diri sendiri, bukannya melayani perusahaan. Padahal, kita tidak ada apa-apanya jika berdiri sendiri. Seluruh kemampuan kita dalam menjadi sukses bergantung pada kerja tim kita. Kita hanya terlihat sebagaimana tim kita bekerja. Tidak hanya itu saja, sering tidak kita sadari – bahwa kita punya efek yang besar pada orang lain. Anggota tim akan lebih mungkin menghabiskan jam kerja dengan Anda dan anggota lainnya dibandingkan dengan keluarga dan kerabatnya. Padahal mereka mempercayakan karirnya pada Anda. Secara tersirat ada sebuah kepercayaan orang lain yang akhirnya menjadi tanggung jawab bagi Anda, dalam mengurusi tim. Jadi tanyakanlah ini pada diri Anda sendiri – akankah anggota tim Anda tumbuh dan berkembang karena pengaruh Anda? Akankah mereka menjadi pribadi yang lebih baik karena pengalaman mereka bekerja dengan Anda? Sebagaimana yang ditulis Greenleaf, “Servant leadership dimulai dengan adanya kesadaran seseorang untuk melayani terlebih dahulu. Kemudian pilihan yang tepat akan membawa orang itu ingin memimpin. Perbedaannya dalam hal ini adalah – pastikan kepentingan orang lain sudah terpenuhi dulu. Ujian terbaik dan tersulit yang ada adalah melihat apakah orang-orang yang sudah kita layani itu menjadi orang yang lebih baik; apakah mereka, selagi kita layani, menjadi lebih sehat, lebih bijak, lebih bebas dan lebih independen, hingga mereka mungkin akan segera melayani juga? Ingat, bahwa menggunakan peran ‘boss’ hanya akan berhasil hingga titik tertentu. Ada sebuah quote bagus dari Bob Nelson, sang komedian – “Kau akan mendapatkan yang terbaik dari orang lain, bukan dari membakar tempat mereka berpijak, namun dari membakar sesuatu dalam diri mereka.” Pendekatan KITA (Kick In The A*s) pun hanya bekerja sesekali. Tim Anda mungkin mematuhi sebagian perintah Anda, namun selama hati dan pikiran mereka belum sepenuhnya didekasikan pada tim ini, maka mereka belum akan memberikan performa terbaiknya. Mereka tidak akan otomatis berubah dari keadaan ini, kecuali mereka tahu bahwa Anda benar-benar mempedulikan mereka – Anda harus belajar bagaimana menanamkan sebuah tujuan dan sense of belonging dalam diri mereka, menghargai mereka, mendengarkan mereka, menuntut kesempurnaan namun juga membantu mereka dan menjadi figur yang dapat mereka percaya.
Sebenarnya apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang servant leader?
Anda harus mengenali peran Anda dalam tim adalah untuk melayani anggota tim. Anda hanya akan berkembang apabila anggota tim Anda berkembang. Dan Anda harus benar-benar berkomitmen. Dalam sebuah buku yang bagus, The Seven Principles of Servant Leadership, James Sipe dan Dan Frick mengutarakan 7 pilar yang menggambarkan seorang servant leader sebagai berikut:
1. Berkarakter: Orang yang membuat keputusan-keputusan yang tepat, pantas, dan sesuai dengan tujuan. Orang yang jujur, dapat dipercaya, autentik dan rendah hati. Yang memimpin dengan kesadaran, bukan ego. Yang berkomitmen untuk melayani segalanya yang melebihi dirinya sendiri.
2. Mengutamakan orang lain: Layani dulu, baru memimpin. Melayani sehingga yang dilayani dapat menjadi lebih baik. Mengutarakan kepedulian yang tulus bagi orang lain.
3. Komunikator yang Handal: Ingin memahami dulu, baru dipahami. Mendengarkan dengan saksama dan bicara dengan efektif. Mempengaruhi orang lain dengan ketegasan dan persuasi, bukan dengan kuasa dan posisi.
4. Kolaborator yang Peduli: Mengundang dan menghargai kontribusi orang lain. Membangun tim yang saling peduli dan kolaboratif. Dapat memahami orang lain dengan latar belakang dan kepercayaan berbeda dengan baik.
5. Visioner: Mencetuskan dan menginspirasi visi bersama. Cerdas, tegas, dan berani dalam mengambil keputusan.
6. Pemikir Sistem: Berpikir dan bertindak secara strategis. Menghadapi perubahan dengan efektif. Menyeimbangkan segala hal.
7. Otoritas Moral: Menumbuhkan kepercayaan dan rasa percaya diri orang lain. Menguatkan mereka dengan penuh tanggung jawab dan otoritas. Membangun dan meningkatkan kualitas performa timnya.
Bercerminlah pada ketujuh sifat di atas. Manakah yang telah Anda lakukan? Manakah yang masih butuh perbaikan? Kembali tinjau feedback orang lain pada Anda. Apa yang bisa Anda peroleh?
Meski sederhana secara teori, prinsip servant leadership ini sesuatu yang harus terus diusahakan. Anda tidak cukup hanya membaca artikel ini, namun juga harus dipraktikkan. Tentukan standar yang tinggi bagi Anda sendiri, dengarkan lebih banyak feedback, dan berkembanglah perlahan. Saya percaya bahwa kita semua bisa menjadi servant leaders yang baik, dan kita bisa menemukan seluruh potensi perusahaan kita. Seperti biasanya, tanggapan Anda sangat saya hargai.
Disclaimer
Tulisan dan artikel yang ada di blog ini hanya untuk keperluan sharing idea dan develop team saja. Dan karenanya bisa diedit setiap saat untuk penambahan dan koreksi. Blog ditulis oleh beberapa kontributor. Semoga bermanfaat dan bisa mempererat tali silaturahmi.
Semangat Salesgis.com adalah sebagai solusi (referensi) praktis, analitis dan gratis.
"With no budget, comes great creativity"
Popular Posts
-
Hi apa kabar? Kali ini saya ingin share bagaimana caranya membuat sebuah lingkaran radius di dalam sebuah peta yang ada di Google My Maps. ...
-
Kepemimpinan ( Leadership ) adalah tentang pertumbuhan - untuk diri Anda, hubungan Anda, produktifitas Anda, dan orang-orang Anda. Untuk bi...
-
John Maxwell adalah salah satu otoritas terkemuka di dunia dalam bidang Kepemimpinan. John telah melatih jutaan orang dan menulis lebih dar...
-
Saat menempati Gudang seringkali kita mengalami permasalahan dengan lantainya, entah karena ambles atau terjadi keretakan di sana -sini. Bi...
-
Dalam kesempatan ini saya ingin berbagi sedikit pengalamam tentang tugas dan tanggung jawab seorang Koordinator Gudang dalam menjalankan fu...
Recent Comments
Powered by Blogger.
2 comments:
Robert K. Greenleaf first coined the phrase "servant leadership" in his 1970 essay, "The Servant as a Leader." However, it's an approach that people have used for centuries.
As a servant leader, you're a "servant first" – you focus on the needs of others, especially team members, before you consider your own. You acknowledge other people's perspectives, give them the support they need to meet their work and personal goals, involve them in decisions where appropriate, and build a sense of community within your team. This leads to higher engagement, more trust, and stronger relationships with team members and other stakeholders. It can also lead to increased innovation.
Servant leadership is not a leadership style or technique as such. Rather it's a way of behaving that you adopt over the longer term. It complements democratic leadership styles, and it has similarities with Transformational Leadership – which is often the most effective style to use in business situations – and Level 5 Leadership – which is where leaders demonstrate humility in the way they work.
However, servant leadership is problematic in hierarchical, autocratic cultures where managers and leaders are expected to make all the decisions. Here, servant leaders may struggle to earn respect.
Source: https://www.mindtools.com/pages/article/servant-leadership.htm
How to Become a Servant Leader
According to Larry C. Spears, former president of the Robert K. Greenleaf Center for Servant Leadership, these are the 10 most important characteristics of servant leaders:
1. Listening.
2. Empathy.
3. Healing.
4. Awareness.
5. Persuasion.
6. Conceptualization.
7. Foresight.
8. Stewardship.
9. Commitment to the growth of people.
10. Building community.
Post a Comment