Bentuk nyata dari mentalitas ini terlihat saat setiap departemen dalam suatu organisasi / Perusahaan hanya peduli pada kesuksesan mereka sendiri dan mengabaikan kesuksesan organisasi secara keseluruhan. Cenderung tidak terbuka dan menghindari kerjasama yang nyata.
Ini seringkali terjadi akibat kurangnya komunikasi antar departemen sehingga karyawan bekerja dengan informasi yang tidak akurat atau kedaluwarsa. Di sisi lain, Management di level atas juga menikmati kondisi tersebut karena antar merekapun juga saling "bersaing" satu sama lainnya untuk mendapatkan keuntungan yang tidak sehat.
Contoh 1:
Team Delivery mengirim barang ke Outlet Supermarket dengan nilai PO 50 juta dan membutuhkan 1 unit kendaraan (5 kubik). Setelah sampai di toko ternyata ditolak oleh Receiving dengan alasan sedang dilakukan Stock Opname. Terpaksa barang dibawa pulang kembali. Selain Omzet melayang 50 juta, juga rugi biaya kirim Sewa 1 mobil. Ternyata team Sales tidak mengupdate informasi Stock Opname kepada team Gudang/ Delivery/ Operasional. Jelas2 team Sales yang salah, tapi saat target tidak achieved, team Delivery yg akan dijadikan kambing hitam karena gagal kirim barang.
Contoh 2:
Team Sales minta program Diskon di beberapa toko2 segera diberlakukan pada tanggal tertentu. Team Operasinal/ Finance menolak dengan alasan tidak menerima tembusan program tersebut dari HO. Sedangkan team Sales bersikeras bahwa program sudah harus dijalankan. Tapi saat diminta approvalnya mereka tidak bisa menunjukkan dokumen terkait. Hal macam begini sering dialami oleh team Opr maupun Finance, dan dengan tekanan takut dianggap tidak mensupport program Sales, kadang mereka terpaksa meloloskan permintaan tersebut. Dalam beberapa kasus ternyata program2 tersebut di-cancel atau postpone oleh HO, dan akhirnya team Finance yang harus bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut. Dan Sales-nya kabur.
Masih buaanyak lagi kasus2 nyata tentang Silo Mentality yang sebaiknya segera dihindari.
Bagaimana cara mengatasi Silo Mentality?
Setiap masalah dalam perusahaan tentu berawal dari hal-hal kecil yang terabaikan, tak terkecuali dengan Silo Mentality. Jika pimpinan setiap departemen terus membiarkannya, maka akan segera timbul masalah seperti adanya sinisme dan konflik antar divisi yang semakin membesar. Oleh karena itu, seorang atasan tentu wajib bertanggung jawab dalam mencari solusi efektif dan juga realistis untuk mencegah masalah yang lebih besar akibat silo mentality.
Berikut ini beberapa cara untuk mengatasi Silo Mentality:
1. Menyamakan visi seluruh karyawan
Para atasan memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan visi dan misi perusahaan kepada anak buah agar dapat dipahami dan diupayakan bersama.
Seorang pemimpin yang berhasil menyatukan seluruh departemennya, akan mendorong rasa saling percaya di antara para karyawan.
Dengan demikian, tidak akan ada lagi anggapan tentang urusan masing-masing, melainkan semua urusan menjadi tujuan bersama organisasi.
2. Mencapai tujuan bersama-sama
Atasan bisa mengajak setiap karyawan untuk dapat memahami peran dan kontribusi dari setiap divisi, sehingga bisa menentukan pencapaian tujuan organisasi.
Melalui hal tersebut, para karyawan di setiap divisi akan memahami pentingnya melakukan kolaborasi dan bersatu demi tercapainya tujuan bersama.
3. Memberikan motivasi dan insentif
Cara berikutnya untuk menghindari silo mentality di tempat kerja adalah memberikan motivasi kepada karyawan untuk dapat dan mau berkomunikasi secara efektif dengan berbagai rekan di divisi yang berbeda.
Apabila karyawan telah berhasil melakukan hal tersebut, pihak pimpinan sebaiknya memberikan apresiasi kepada karyawan, seperti dalam bentuk insentif. Ini dapat menjadi salah satu trik andalan untuk meningkatkan semangat dan motivasi karyawan.
4. Eksekusi secara akurat
Agar upaya pencapaian tujuan perusahaan dapat berjalan secara efektif, pemimpin memiliki tanggung jawab untuk merancang strategi yang diukur secara akurat.
Beberapa yang termasuk ke dalam hal ini adalah menetapkan jangka waktu penyelesaian bersama, menentukan tolok ukur keberhasilan, serta mendelegasikan tugas-tugas kepada divisi terkait.
Kemudian, penting juga untuk melakukan pertemuan meeting secara rutin sebagai evaluasi dan juga menjaga momentum kerja sama yang telah berjalan selama ini.
5. Berkolaborasi untuk berkreasi
Terdapat empat kunci di balik sebuah tim yang solid dan produktif: pengetahuan, kolaborasi, kreativitas, dan percaya dini. Keempat hal ini akan terjadi apabila pimpinan memberikan ruang dan kesempatan bagi para karyawan untuk berinteraksi lintas departemen. Usaha ini dapat mendukung terjadinya pertukaran ide dan juga kolaborasi yang baik antara departemen.
Dikutip dari Kumparan.com dan edit dengan beberapa contoh kasus.
4. Eksekusi secara akurat
Agar upaya pencapaian tujuan perusahaan dapat berjalan secara efektif, pemimpin memiliki tanggung jawab untuk merancang strategi yang diukur secara akurat.
Beberapa yang termasuk ke dalam hal ini adalah menetapkan jangka waktu penyelesaian bersama, menentukan tolok ukur keberhasilan, serta mendelegasikan tugas-tugas kepada divisi terkait.
Kemudian, penting juga untuk melakukan pertemuan meeting secara rutin sebagai evaluasi dan juga menjaga momentum kerja sama yang telah berjalan selama ini.
5. Berkolaborasi untuk berkreasi
Terdapat empat kunci di balik sebuah tim yang solid dan produktif: pengetahuan, kolaborasi, kreativitas, dan percaya dini. Keempat hal ini akan terjadi apabila pimpinan memberikan ruang dan kesempatan bagi para karyawan untuk berinteraksi lintas departemen. Usaha ini dapat mendukung terjadinya pertukaran ide dan juga kolaborasi yang baik antara departemen.
Dikutip dari Kumparan.com dan edit dengan beberapa contoh kasus.
Post di Linkedin di sini
No comments:
Post a Comment